Wednesday, January 30, 2013

Perusahaan dan Pernikahan.

Behind every great man there's a great woman 
(Ungkapan terkenal, sehingga tidak lagi bisa ditelusuri siapa yang pertama menceteuskannya)



Saya ingat, pagi itu adalah salah satu pagi ketika saya sedang menyandang 'status' a jobless husband. Moment ketika saya sedang tidak punya pekerjaan. Hal yang mau tak mau harus saya terima karena menjadikan pilihan hidup soal pekerjaaan pada kondisi Tetap-Berkerja-Tetap-Berpenghasilan, bukannya Bekerja-Tetap-Berpenghasilan-Tetap.

Mengarahkan motor menuju kedai kopi yang rutin saya kunjungi bila kondisi keuangan sedang tidak terlalu ramah, saya bersilang jalan dengan motor roda tiga, membawa ikan, dan dikendarai oleh pasangan yang masih muda. Saya menduga mereka pasangan suami istri, bilapun tidak, saya memilih berbaik sangka saja.

Yang paling menarik pandangan saya adalah, wanita muda yang duduk di belakang suaminya itu, sedang sibuk membaca buku catatan. Pakaiannya pun sangat rapi. Sedikit berbeda dengan tampilan suaminya yang mengenakan pakaian 'kerja' pedagang ikan keliling.

Tanpa sebab, saya membelokkan motor mengikuti mereka. 

Sepanjang jalan, sesekali si istri bertanya sesuatu, sepertinya mengenai apa yang dibacanya, karena pada satu kesempatan ia menunjukkan catatan di buku, pada suaminya, yang menjelaskan dengan tenang apa yang ditanyakan istrinya. ketika bersisian di lampu merah, saya sekilas mendengar si suami sedang menjelaskan tentang perhitungan matematika, sepertinya berkaitan dengan statistik untuk kebutuhan penelitian.

Kekaguman saya muncul, tentunya meskipun sekarang bejualan ikan, sebelumnya ia adalah seorang yang memiliki latar pendidikan tinggi.
Mereka berbelok, memasuki area sebuah kampus swasta yang cukup besar di Banda Aceh. Tepat di depan gerbang kampus motor roda tiga itu berhenti. Si istri turun, tertawa pada beberapa temannya yang sedang berdiri tak jauh dari situ, lalu menjemput tangan suaminya, dengan santun menyalami dan mencium tangan. Si suami menepuk pelan puncak jilbab istrinya. 

Ketika si istri menjauh memasuki gerbang kampus, beberapa ibu mendekat, transaksi jual beli pun berlanjut.

Sepanjang perjalanan menuju kedai kopi, hingga kemudian duduk dan menyesap secangkir kopi panas dalam gelas belimbing ukuran sedang, saya masih merenungi indahnya ungkapan cinta yang sederhana itu. Sederhana dilihat namun rumit dan panjang prosesnya untuk dihadirkan.

Seorang istri yang tak perlu merasa segan ketika diantar suaminya dengan 'becak' ikan. Tawa yang tanpa beban ketika berjumpa temannya digerbang kampus. Suami yang sepertinya berlatar belakang pendidikan tinggi, menjadi penjual ikan,mengantarkan istrinya kuliah, mendukung pendidikan dan belajarnya. berusaha memenuhi kewajiban mencari nafkah. Hanya hati yang jujur, saling menghargai dan betul-betul memaknai cinta yang bisa begitu.
Bandingkan di luar sana, berapa banyak suami, atau istri, yang terjebak dengan keinginan untuk tampil mewah melebihi kemampuan diri, dan hasilnya hanya pertengkaran demi pertengkaran. Bandingkan pula dengan mereka yang ketika pasangannya berjuang menafkahi keluarga, namun dirinya sibuk merindukan halaman tetangga. Bahkan parahnya ada yang sudah berani menikmati halaman tetangga.
Mengingatkan saya (walau kesannya tak ada hubungan langsung) pada tulisan seorang pakar bisnis Indonesia, Rhenald Kasali " ... Bukti-bukti ilmiah menunjukkan kaya menuntut proses yang mendalam, dan membangun sebuah proses membutuhkan komitmen yang berarti persiapan (bukan kepepet), keberanian yang dipikirkan (bukan ngawur-ngawuran), sumberdaya yang dicari kiri dan kanan, tata nilai yang dijaga dengan teguh dan penuh kesadaran, membangun manusia menjadi kehebatan.  Dan kaya dalam bisnis berarti kaya pada harta-harta tak kelihatan (intangibles) seperti reputasi, ketrampilan, kejujuran, brand image, pengetahuan, hak paten, jaringan pemasaran, dan segala hal yang tak mungkin dicapai dalam sekejap.

Jadi kaya yang stabil itu bukan besarnya rumah, ukuran tanah, mobil atau perhiasan yang bisa dilihat orang. Itulah yang membedakan Astra dengan orang-orang kaya yang saya sebut di atas. Anak-anak muda tinggal memilih, ingin cepat kaya tetapi labil dan berpotensi masuk penjara, atau membangun perusahaan yang kaya dan dihormati banyak orang. Kalau pilihan jatuh pada yang kedua, bersusah-susahlah dahulu, jaga nama baik dan integritas, dan berproseslah."



Seperti layaknya sebuah perusahaan, pernikahan pun butuh sebuah proses untuk mencapai hasil. Tak ada pernikahan sempurna seperti juga tak akan ada pasangan sempurna. Hasil baik, tetap menuntut kerjasama dan keteguhan menjalani prosesnya. Istilah yang digunakan pak Rhenald Kasali adalah bersusah-susahlah dahulu.






Saat menuliskan tulisan sederhana ini, saya sedang berada di Takengon, menikmati waktu sedang menganggur sementara, bersama istri dan anak-anak tercinta. Dan meskipun kehidupan kami tak semulus cerita dongeng, tak selalu  dalam keadaan bahagia tanpa duka, terkadang ada salah faham, hati yang tergores tanpa sengaja, namun saya mensyukurinya. 








Setiap menjemput istri ke kantornya, selalu saya menyaksikan barisan orang yang sedang mengurus perceraian, atau akan memasuki ruang sidang yang biasanya kasusnya tak jauh dari cerai atau soal harta bersama. Maka ketaksempurnaan pernikahan yang kami alami justru sangat indah. Membersamai perbedaan dalam rumah tangga, mendiskusikan bila ada kekurangan, bersama-sama berusaha tidak menjadi masalah bagi lainnya. Mencari setiap peluang untuk bahagia, meskipun hanya dalam bentuk menikmati secangkir kopi sambil celup kue dengan anak-anak. Memilih untuk bekerjasama mengupayakan impian untuk memiliki rumah tangga yang baik dan menguatkan. Lagi-lagi saya tutup paragraf ini dengan, saya mensyukurinya.







Memang satu hal menarik yang saya dapatkan dari obrolan dengan teman-teman, baik saat mengisi training, ngopi, atau obrolan di FB. Ada kesepakatan  bahwa 'Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau. Tapi setelah diperhatikan, kenyataannya sama hijaunya dengan rumput di halaman sendiri.'



Komunikasi yang baik, selalu menjadi kuncinya. Tak jarang dalam rumah tangga, masalah yang tak perlu timbul jadi ada hanya karena salah dalam berkomunikasi. Mengenali cara berkomunikasi pasangan, memahami dan mengerti apa yang ingin dicapai. Hanyalah beberapa hal dari banyak hal yang harud diupayakan dalam mengejar impian pernikahan yang membahagiakan dan menguatkan.




Ada sebuah ungkapan anonymous "
I will remember always that marriage, like life, is a journey - not a destination - and that its treasures are found not just at the end but all along the way." -- aku akan selalu ingat, bahwa pernikahan itu seperti sebuah perjalanan, bukan hanya mencapai tujuan. Dan 'hartanya' bukan hanya akan ditemukan di akhir, tapi ada sepanjang perjalanan itu.


















Semoga kita semua, akan menjadi legenda cinta, yang dikenang oleh anak cucu kita, dengan senyum dan bangga.

Post a Comment

Start typing and press Enter to search